16 Desember 2024 — Anemia, atau kekurangan sel darah merah, masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia yang sering terabaikan. Meskipun kasus ini sering dianggap ringan, anemia dapat berdampak serius pada kualitas hidup dan produktivitas individu, terutama pada anak-anak, remaja, dan ibu hamil. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan, prevalensi anemia di Indonesia mencapai 23,6% di kalangan anak-anak usia 6-59 bulan dan 25,5% pada wanita usia subur.
Anemia di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya kekurangan zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Pola makan yang tidak seimbang, dengan rendahnya konsumsi makanan bergizi seperti sayuran hijau, daging merah, dan produk olahan susu, menjadi faktor utama penyebabnya. Selain itu, kebiasaan masyarakat yang kurang memperhatikan pemeriksaan kesehatan rutin juga memperburuk kondisi ini. Anemia juga lebih banyak ditemukan pada kelompok masyarakat dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan.
Anemia memiliki dampak yang signifikan, baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Pada ibu hamil, anemia dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan bahkan kematian ibu. Pada anak-anak, anemia dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, yang berpengaruh pada kinerja akademik dan kualitas hidup mereka. Selain itu, anemia juga mempengaruhi daya tahan tubuh, sehingga penderita lebih rentan terhadap penyakit infeksi.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program, seperti pemberian suplemen zat besi kepada anak-anak dan ibu hamil, serta kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pola makan bergizi. Namun, tantangan terbesar tetap pada edukasi masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan dan konsumsi makanan bergizi. Para ahli kesehatan mendesak agar anemia menjadi fokus utama dalam kebijakan kesehatan publik guna mengurangi prevalensi dan dampaknya di masyarakat.