Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengimbau seluruh kampus di Indonesia untuk mengintensifkan pendidikan antipelecehan seksual, menyusul meningkatnya kasus-kasus pelecehan yang terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, langkah ini penting agar kampus dapat menjadi ruang aman bagi civitas akademika.
“Kita menyaksikan banyak kasus pelecehan seksual di kampus belakangan ini. Oleh karena itu, kami di Komisi III mendesak kampus-kampus untuk menggalakkan pendidikan antipelecehan seksual,” ungkap Sahroni di Jakarta.
Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas kasus pelecehan seksual sesama jenis yang melibatkan seorang dosen berinisial LRR di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sahroni menyayangkan peristiwa ini, terutama karena pelaku adalah seorang pendidik yang menyalahgunakan kedok agama untuk melakukan tindakan tersebut.
Ia juga mengusulkan agar kampus bekerja sama dengan penegak hukum dalam membangun mekanisme penanganan kasus pelecehan seksual, mulai dari pelaporan hingga pendampingan korban. “Pendampingan untuk korban itu penting, dan harus ada mekanisme jelas yang diterapkan,” tegasnya.
Ahmad Sahroni menyoroti bahwa pelaku dan korban pelecehan bisa berasal dari berbagai kalangan, dengan modus yang semakin beragam dan licik. Ia meminta aparat kepolisian untuk lebih peka dalam menangani kasus pelecehan seksual, termasuk mendengarkan laporan masyarakat dengan serius dan segera mengambil tindakan.
“Polisi harus peka terhadap kasus seperti ini. Laporan korban, meskipun terdengar tidak biasa, harus tetap ditangani dengan serius. Jangan pernah meremehkan kesaksian korban,” ujarnya.
Selain itu, Sahroni menegaskan pentingnya ketegasan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. “Tidak ada kompromi untuk pelaku. Hukuman maksimal harus diberikan, tanpa peluang damai,” imbuhnya.
Kasus ini bermula dari laporan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram yang menerima pengaduan dari 12 remaja pria yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dosen LRR. Peristiwa terjadi di kampus dan beberapa lokasi lain di Kabupaten Lombok Barat. Saat ini, Polda NTB masih mengumpulkan data dan keterangan dalam penyelidikan kasus tersebut.