Category Archives: Pendidikan

https://solfestofficial.com

Kemenag Percepat PPG Dalam Jabatan, Targetkan 625.000 Guru Selesai dalam Dua Tahun!

Kementerian Agama (Kemenag) akan mempercepat pelaksanaan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan mulai tahun 2025. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan kesejahteraan lebih dari 625.000 guru binaannya dalam dua tahun ke depan. Sasaran program mencakup guru madrasah dan guru pendidikan agama di sekolah umum, termasuk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa percepatan program ini merupakan bagian dari dukungan terhadap kebijakan pemerintah Prabowo-Gibran. “Langkah ini diambil untuk meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik sekaligus mendukung program nasional dalam penguatan sistem pendidikan,” ujarnya pada Jumat (10/1/2025).

Berdasarkan data, dari total 625.481 guru yang belum mengikuti PPG Dalam Jabatan, terdapat 484.678 guru madrasah, 95.367 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah umum, 29.002 guru agama Kristen, 11.157 guru agama Katolik, 4.412 guru agama Hindu, 689 guru agama Buddha, dan 179 guru agama Khonghucu. Pelaksanaan program ini akan dikelola oleh Panitia Nasional PPG Kemenag untuk memastikan efisiensi dan koordinasi. Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Abu Rokhmad, menambahkan bahwa program ini juga mengintegrasikan nilai-nilai Moderasi Beragama melalui pendekatan seragam untuk semua agama yang terlibat.

Ketua Panitia Nasional PPG Kemenag, Thobib Al-Asyhar, menyebutkan bahwa target peserta PPG tahun 2025 mencapai 269.168 guru, sedangkan pada 2026 meningkat menjadi 356.313 guru. Pelaksanaan angkatan pertama dijadwalkan dimulai pada Maret 2025, dengan jumlah peserta ditargetkan mencapai 80.000 hingga 100.000 orang.

Untuk mengikuti program ini, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi, di antaranya: terdaftar aktif sebagai guru dalam Satminkal yang tercatat di sistem pendataan Kemenag, diangkat paling lambat 30 Juni 2023, dan aktif mengajar pada Tahun Ajaran 2023/2024. Selain itu, peserta harus memiliki kualifikasi akademik minimal S-1/D-IV yang sesuai dengan mata pelajaran PPG, belum mencapai batas usia pensiun guru sesuai peraturan, serta belum memiliki sertifikat pendidik. Peserta juga harus sehat jasmani dengan bukti surat keterangan dari fasilitas kesehatan resmi dan lolos seleksi administrasi berbasis data dalam sistem Kemenag.

50% Anak Penyandang Disabilitas Di Indonesia Masih Belum Mengakses Pendidikan

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa sekitar 50% anak penyandang disabilitas di Indonesia masih belum mampu mengakses pendidikan. Hal ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi dalam mewujudkan pendidikan inklusif bagi semua anak.

Data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi sekolah di kalangan anak penyandang disabilitas sangat rendah. Hanya sekitar 12% dari mereka yang dapat melanjutkan pendidikan di sekolah formal, sementara lebih dari setengahnya tidak mendapatkan akses sama sekali. Ini mencerminkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam sistem pendidikan yang harus segera diatasi.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya akses pendidikan adalah kurangnya infrastruktur yang ramah disabilitas. Banyak sekolah yang tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk mendukung kebutuhan khusus siswa penyandang disabilitas. Selain itu, jumlah guru terlatih untuk mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus juga masih terbatas. Ini menunjukkan bahwa investasi dalam infrastruktur dan pelatihan guru adalah langkah penting untuk meningkatkan akses pendidikan.

Stigma sosial terhadap penyandang disabilitas juga menjadi penghalang besar bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan. Banyak orang tua merasa ragu untuk mendaftarkan anak mereka ke sekolah umum karena takut akan penolakan atau perlakuan diskriminatif dari teman sekelas. Hal ini menciptakan siklus ketidakberdayaan yang sulit diputus. Ini mencerminkan perlunya kampanye kesadaran untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap anak penyandang disabilitas.

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, implementasinya masih jauh dari harapan. Banyak daerah belum sepenuhnya menerapkan kebijakan inklusi pendidikan, dan dukungan anggaran untuk program-program tersebut masih minim. Ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dalam mewujudkan pendidikan inklusif perlu ditingkatkan.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal memiliki peran penting dalam mendukung pendidikan bagi anak penyandang disabilitas. Mereka dapat membantu memberikan pelatihan kepada guru, menyediakan sumber daya tambahan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif. Ini mencerminkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan LSM sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini.

Untuk memastikan bahwa semua anak, termasuk penyandang disabilitas, mendapatkan akses pendidikan yang layak, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan ramah bagi semua siswa. Ini menunjukkan bahwa masa depan pendidikan inklusif bergantung pada komitmen kolektif untuk mengatasi tantangan yang ada.

Dengan fakta bahwa 50% anak penyandang disabilitas masih belum mendapatkan akses pendidikan, semua pihak kini diajak untuk berperan aktif dalam menciptakan perubahan positif. Kesadaran dan tindakan nyata diperlukan agar setiap anak memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang tanpa diskriminasi. Keberhasilan dalam mewujudkan pendidikan inklusif akan menjadi langkah penting menuju masyarakat yang lebih adil dan setara.

Masa Depan Pendidikan dengan Kecerdasan Buatan: Peluang dan Tantangan dalam Mengoptimalkan Teknologi

Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi salah satu topik utama yang hangat diperbincangkan dalam dunia pendidikan, berkat peranannya yang besar dalam meningkatkan kualitas pembelajaran serta efisiensi administrasi. Teknologi ini menawarkan potensi besar, namun juga membawa tantangan yang perlu dihadapi dengan hati-hati. Sebagai seseorang yang peduli terhadap perkembangan pendidikan, saya yakin bahwa AI tidak hanya perlu diterapkan secara bijaksana, tetapi juga harus diawasi agar tetap sejalan dengan prinsip-prinsip humanis yang menjadi dasar dari proses pendidikan itu sendiri.

Salah satu keuntungan terbesar yang ditawarkan oleh AI dalam bidang pendidikan adalah kemampuannya untuk mempersonalisasi proses pembelajaran. Dengan menggunakan algoritma canggih, AI dapat menganalisis data belajar siswa dan memahami kebutuhan mereka secara lebih mendalam. Sebagai contoh, bagi siswa yang kesulitan memahami materi matematika, AI dapat memberikan bahan pembelajaran tambahan yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka, membuat pengalaman belajar lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Hal ini sejalan dengan pandangan banyak ahli pendidikan bahwa pembelajaran yang dipersonalisasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan.

Di samping itu, AI juga menawarkan solusi bagi beban administratif guru. Proses-proses seperti penilaian tugas, pembuatan laporan hasil belajar, hingga pengelolaan jadwal bisa dilakukan secara otomatis, memungkinkan guru untuk lebih fokus berinteraksi langsung dengan siswa. Pengalaman saya menunjukkan bahwa interaksi antara guru dan siswa merupakan salah satu elemen penting dalam pendidikan, yang tak seharusnya digantikan oleh teknologi. Sebaliknya, teknologi seperti AI seharusnya mendukung interaksi ini dengan mengurangi tugas-tugas teknis yang memakan waktu.

Namun, meskipun AI memiliki potensi yang sangat besar, ada tantangan yang tak bisa diabaikan, salah satunya adalah risiko plagiarisme yang meningkat. Dengan hadirnya teknologi pembuat teks otomatis, siswa dapat menyelesaikan tugas tanpa harus memahami materi secara mendalam atau berpikir kritis. Hal ini tentunya merugikan proses pembelajaran itu sendiri. Ketergantungan berlebihan pada AI juga berpotensi mengurangi kreativitas siswa, karena pendidikan tidak hanya berkaitan dengan menyelesaikan tugas, tetapi juga dengan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menciptakan ide-ide baru.

Lebih lanjut, penggunaan AI dalam pendidikan juga membutuhkan regulasi yang jelas dan tegas. Tanpa adanya regulasi yang tepat, teknologi ini bisa menimbulkan ketimpangan, terutama bagi siswa yang tinggal di daerah dengan akses terbatas terhadap teknologi. Selain itu, algoritma AI yang cenderung bias dapat menghasilkan rekomendasi yang tidak adil bagi kelompok tertentu. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa AI digunakan secara adil dan inklusif.

AI memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk masa depan pendidikan. Meski demikian, saya yakin bahwa teknologi ini hanya akan efektif jika digunakan dengan bijaksana. Guru tetap memainkan peran utama dalam pendidikan, tidak hanya dalam menyampaikan materi, tetapi juga dalam membentuk karakter dan nilai-nilai siswa. AI, pada akhirnya, berfungsi sebagai alat pendukung yang luar biasa untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pendidikan. Dengan regulasi yang tepat, pengawasan yang memadai, serta kolaborasi antara teknologi dan manusia, pendidikan yang lebih baik, inklusif, dan bermakna dapat terwujud.

Pendidikan Di Indonesia Menuju Inovasi: Fokus Pada Kesejahteraan Guru Dan Kurikulum Merdeka Di 2025

Pada tanggal 4 Januari 2025, pendidikan di Indonesia memasuki era baru dengan berbagai kebijakan inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan kesejahteraan guru. Di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, pemerintah berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi siswa dan guru.

Salah satu langkah penting dalam transformasi pendidikan adalah penerapan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas dalam proses belajar-mengajar, memungkinkan guru untuk menyusun materi sesuai kebutuhan siswa. Dengan pendekatan berbasis proyek, siswa didorong untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran, yang diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan kemandirian mereka.

Menteri Mu’ti menekankan bahwa kesejahteraan guru merupakan prioritas utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pemberian tunjangan sertifikasi pendidik menjadi salah satu langkah strategis untuk mendorong guru agar lebih berkomitmen dalam pengajaran. Dengan meningkatkan kesejahteraan, diharapkan para guru dapat memberikan pengajaran yang lebih baik dan berdampak positif pada perkembangan siswa.

Selain fokus pada kesejahteraan guru, pemerintah juga meluncurkan berbagai program inovatif untuk mendukung pengembangan karakter dan budaya literasi anak. Program-program seperti “Kemenangan Sejati” yang mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan, serta Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, bertujuan untuk membentuk karakter anak-anak Indonesia yang kuat dan mandiri.

Pemerintah menyadari pentingnya kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan pendidikan yang partisipatif. Melalui temu wicara dan koordinasi dengan masyarakat, pemerintah berharap dapat menciptakan pendidikan yang merata dan berkualitas di seluruh Indonesia. Ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan akses pendidikan yang baik.

Dengan berbagai kebijakan inovatif yang diterapkan, tahun 2025 diharapkan menjadi tahun yang penuh harapan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Fokus pada kesejahteraan guru dan penerapan Kurikulum Merdeka akan membantu menciptakan generasi yang lebih kreatif, mandiri, dan siap menghadapi tantangan global. Semua pihak kini diajak untuk bersama-sama mendukung upaya ini demi masa depan pendidikan yang lebih baik.

Ahmad Sahroni Serukan Pendidikan Antipelecehan Seksual di Kampus untuk Cegah Kejahatan Seksual

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengimbau seluruh kampus di Indonesia untuk mengintensifkan pendidikan antipelecehan seksual, menyusul meningkatnya kasus-kasus pelecehan yang terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, langkah ini penting agar kampus dapat menjadi ruang aman bagi civitas akademika.

“Kita menyaksikan banyak kasus pelecehan seksual di kampus belakangan ini. Oleh karena itu, kami di Komisi III mendesak kampus-kampus untuk menggalakkan pendidikan antipelecehan seksual,” ungkap Sahroni di Jakarta.

Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas kasus pelecehan seksual sesama jenis yang melibatkan seorang dosen berinisial LRR di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sahroni menyayangkan peristiwa ini, terutama karena pelaku adalah seorang pendidik yang menyalahgunakan kedok agama untuk melakukan tindakan tersebut.

Ia juga mengusulkan agar kampus bekerja sama dengan penegak hukum dalam membangun mekanisme penanganan kasus pelecehan seksual, mulai dari pelaporan hingga pendampingan korban. “Pendampingan untuk korban itu penting, dan harus ada mekanisme jelas yang diterapkan,” tegasnya.

Ahmad Sahroni menyoroti bahwa pelaku dan korban pelecehan bisa berasal dari berbagai kalangan, dengan modus yang semakin beragam dan licik. Ia meminta aparat kepolisian untuk lebih peka dalam menangani kasus pelecehan seksual, termasuk mendengarkan laporan masyarakat dengan serius dan segera mengambil tindakan.

“Polisi harus peka terhadap kasus seperti ini. Laporan korban, meskipun terdengar tidak biasa, harus tetap ditangani dengan serius. Jangan pernah meremehkan kesaksian korban,” ujarnya.

Selain itu, Sahroni menegaskan pentingnya ketegasan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. “Tidak ada kompromi untuk pelaku. Hukuman maksimal harus diberikan, tanpa peluang damai,” imbuhnya.

Kasus ini bermula dari laporan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram yang menerima pengaduan dari 12 remaja pria yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dosen LRR. Peristiwa terjadi di kampus dan beberapa lokasi lain di Kabupaten Lombok Barat. Saat ini, Polda NTB masih mengumpulkan data dan keterangan dalam penyelidikan kasus tersebut.

Penguatan Pendidikan Berbasis Karakter: Sinergi Kemdikbud dan KemenPPPA Lewat Program Ruang Bersama Indonesia

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan dukungannya terhadap program Ruang Bersama Indonesia (RBI) yang diinisiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Program ini diperkuat dengan konsep catur pusat pendidikan, yakni pendidikan berbasis sekolah, masyarakat, keluarga, dan media massa sebagai pilar penting dalam pembentukan karakter bangsa.

“Kami berupaya memperkuat catur pusat pendidikan. Pendidikan berbasis sekolah, masyarakat, keluarga, dan media massa memiliki peran signifikan dalam membangun karakter,” kata Abdul Mu’ti setelah audiensi dengan Menteri PPPA, Arifah Fauzi, di Jakarta, Kamis.

Dalam kesempatan tersebut, Abdul Mu’ti juga menyoroti pentingnya pengasuhan positif untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Ia mengungkapkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi kasus kekerasan tertinggi, dengan persentase mencapai 54 persen. Menurutnya, hal ini menegaskan pentingnya peran keluarga dalam menciptakan lingkungan pengasuhan yang positif.

“Kami melihat penguatan parenting sangat penting karena banyak kekerasan terjadi di lingkungan rumah tangga. Hal ini meniscayakan peran keluarga dalam mencegah kekerasan, khususnya terhadap anak-anak,” tambahnya.

Abdul Mu’ti juga membuka peluang sinergi lebih lanjut antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian PPPA, termasuk melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk mendukung program RBI. Selain itu, ia mendorong penerbitan peraturan, baik dalam bentuk Perpres maupun Inpres, untuk menjadi landasan hukum bagi terciptanya lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan.

Program Ruang Bersama Indonesia sendiri telah diluncurkan sebagai proyek percontohan di enam desa, yang diresmikan pada puncak peringatan Hari Ibu ke-96 pada 22 Desember 2024. Kehadiran RBI diharapkan mampu menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dan membentuk karakter anak-anak bangsa.

Prioritas Kemendikdasmen 2025: Wajib Belajar 13 Tahun Untuk Pemerataan Akses Pendidikan

Pada tanggal 2 Januari 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengumumkan program prioritasnya untuk tahun ini, dengan fokus utama pada penerapan Wajib Belajar 13 Tahun. Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua anak di Indonesia mendapatkan akses pendidikan yang merata mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Wajib Belajar 13 Tahun merupakan kebijakan baru yang menambah satu tahun pendidikan wajib, dimulai dari PAUD untuk anak usia 5-6 tahun. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menjelaskan bahwa program ini diharapkan dapat memperkuat fondasi pendidikan di Indonesia dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan mewajibkan pendidikan hingga tingkat SMA, pemerintah berharap dapat mengurangi angka putus sekolah dan meningkatkan partisipasi pendidikan di seluruh wilayah.

Untuk mendukung program ini, Kemendikdasmen menerima anggaran sebesar Rp 33,5 triliun dari total anggaran pendidikan APBN 2025 yang mencapai Rp 724,2 triliun. Anggaran ini akan digunakan untuk berbagai program prioritas lainnya, termasuk penyediaan bantuan pendidikan bagi siswa kurang mampu dan peningkatan kesejahteraan guru. Dengan alokasi dana yang cukup besar, diharapkan program Wajib Belajar 13 Tahun dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Salah satu tujuan utama dari Wajib Belajar 13 Tahun adalah pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia, terutama di daerah terpencil dan terbelakang (3T). Program ini akan mencakup penyediaan infrastruktur pendidikan yang memadai serta pelatihan bagi tenaga pendidik. Dengan demikian, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi.

Selain fokus pada pemerataan akses pendidikan, Kemendikdasmen juga berkomitmen untuk mengembangkan karakter dan prestasi siswa melalui berbagai program. Ini termasuk penguatan pendidikan karakter dan penyelenggaraan ajang talenta nasional yang melibatkan siswa dari seluruh daerah. Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan siswa tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki nilai-nilai moral yang baik.

Dengan peluncuran program Wajib Belajar 13 Tahun, tahun 2025 diharapkan menjadi titik awal baru bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui upaya pemerataan akses dan pengembangan karakter siswa, Kemendikdasmen berambisi menciptakan generasi muda yang siap menghadapi tantangan global. Semua pihak diharapkan dapat berkontribusi dalam mewujudkan visi pendidikan bermutu untuk semua anak bangsa.

Menteri Pendidikan Sinyalkan Kembalinya Ujian Nasional Pada Tahun 2026

Pada tanggal 1 Januari 2025, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti memberikan sinyal bahwa Ujian Nasional (UN) akan kembali diselenggarakan pada tahun ajaran 2025/2026. Pernyataan ini menjadi sorotan di kalangan pendidik dan siswa, mengingat UN sempat dihapus pada era kepemimpinan Nadiem Makarim.

Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa konsep dan skema untuk Ujian Nasional yang baru sudah siap. Namun, ia menegaskan bahwa pelaksanaan UN tidak akan dilakukan pada tahun 2025, melainkan di tahun ajaran berikutnya. “Ujian Nasional sudah siap secara konsep, tapi 2025 ini belum kita laksanakan,” ungkap Mu’ti dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

Mendikdasmen menekankan bahwa UN memiliki peran penting dalam pemetaan mutu pendidikan di Indonesia. Ia menyatakan bahwa data dari UN diperlukan untuk membantu panitia penerimaan mahasiswa baru dalam mengevaluasi kemampuan individual siswa. “Selama ini, sistem yang ada hanya bersifat sampling, sehingga kemampuan yang diukur tidak mencerminkan potensi setiap siswa,” tambahnya.

Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan dukungan terhadap rencana pemerintah untuk menggelar kembali UN. Mereka berpendapat bahwa UN dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kualitas pendidikan dan hasil belajar siswa di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya kesepakatan di kalangan pendidik mengenai pentingnya evaluasi yang komprehensif.

Meskipun UN akan kembali, Mu’ti mengisyaratkan bahwa ada kemungkinan perubahan dalam sistem dan nama ujian tersebut. Rincian lebih lanjut mengenai format dan nama baru UN akan diumumkan menjelang tahun ajaran 2025/2026. “Kami akan mengumumkan skema dan bentuk ujian setelah Idul Fitri 2025,” jelasnya.

Dengan sinyal kembalinya Ujian Nasional, semua pihak kini menantikan bagaimana sistem evaluasi pendidikan ini akan diterapkan. Tahun 2026 diharapkan menjadi titik balik bagi pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas hasil belajar siswa. Kembalinya UN juga menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmennya dalam memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.

Pemkab Solok Komitmen Tingkatkan Peringkat Dan Daya Saing Pendidikan Di 2024

Pada tanggal 30 Desember 2024, Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatera Barat, menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan peringkat dan daya saing sektor pendidikan di daerah tersebut. Dalam upaya ini, Pemkab Solok berfokus pada berbagai program dan inisiatif yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta hasil belajar siswa.

Kabupaten Solok baru-baru ini mencatatkan prestasi gemilang dengan meraih rapor pendidikan tertinggi di Sumatera Barat. Hal ini menjadi bukti nyata dari upaya yang dilakukan oleh Pemkab dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Sumbar, Muslihuddin, mengungkapkan bahwa capaian ini menunjukkan lonjakan luar biasa dalam mutu pendidikan di Kabupaten Solok, terutama dalam literasi dan numerasi yang dinilai melalui asesmen nasional.

Bupati Epyardi Asda menjelaskan bahwa salah satu strategi utama dalam meningkatkan pendidikan adalah dengan melibatkan semua elemen masyarakat. Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah, guru, dan orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung. “Kami membentuk tim Solok Super Team (SST) untuk memastikan semua pihak bekerja sama demi kemajuan pendidikan,” ujarnya. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang positif dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Pemkab Solok juga menerapkan inovasi dalam kurikulum dengan memperkenalkan konsep belajar lima hari. Ini bertujuan agar siswa memiliki waktu yang cukup untuk belajar sekaligus berinteraksi dengan keluarga. “Dengan waktu dua hari bersama keluarga, anak-anak dapat lebih dekat dengan orang tua dan terlibat dalam kegiatan rumah,” tambah Bupati Epyardi. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Selain itu, Pemkab juga berkomitmen untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan. Dalam setiap kunjungan ke nagari, Bupati Epyardi selalu membuka dialog dengan masyarakat dan mendengarkan kebutuhan para guru. Permintaan untuk pembangunan fasilitas seperti ruang kelas, mushala, dan toilet menjadi prioritas utama dalam alokasi anggaran berbasis kebutuhan masyarakat.

Dengan berbagai langkah strategis yang telah diambil, Pemerintah Kabupaten Solok optimis dapat terus meningkatkan peringkat dan daya saing pendidikan di daerahnya. Komitmen ini tidak hanya akan membawa perubahan positif bagi siswa tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Semua pihak kini berharap agar inisiatif ini dapat berjalan lancar dan memberikan dampak nyata bagi dunia pendidikan di Kabupaten Solok di masa depan.

Kemensos dan BKN Adakan Tes Pegawai Disabilitas Netra Pertama di Indonesia

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) memantau pelaksanaan penilaian kompetensi untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) penyandang disabilitas netra, yang dilakukan menggunakan sistem Computer Assisted Competency Test (CACT). Kegiatan ini, yang digelar oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN), berlangsung di Assessment and Development Center Kemensos dan menjadi yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia.

Gus Ipul mengungkapkan bahwa tes ini adalah langkah penting dalam membuka peluang bagi penyandang disabilitas netra dalam mengikuti uji kompetensi. “Ini adalah uji kompetensi yang pertama kali dilakukan di Indonesia, di mana teks langsung diubah menjadi suara,” katanya di Kantor Kemensos, Cawang, Jakarta Timur, pada Selasa (24/12/2024).

Salah satu peserta, Yudi Winarmoko (48), PNS dari Sentra Wyata Guna Bandung, mengungkapkan rasa syukurnya karena dapat mengikuti ujian dengan lancar. Yudi menilai sistem CACT sangat membantu, dengan tombol dan informasi yang lebih mudah diakses. “Ini pertama kali saya mengikuti tes seperti ini, dan saya merasa bahwa ini menunjukkan bahwa penyandang disabilitas netra juga memiliki kompetensi yang layak,” jelas Yudi, yang sudah mengabdi sebagai PNS selama 17 tahun.

Asesor SDM Aparatur Ahli Muda BKN, Nur Rohmat, menyatakan bahwa penilaian ini bertujuan untuk mengukur kompetensi PNS penyandang disabilitas netra, dan untuk pertama kalinya dilakukan dengan sistem khusus. Ia menjelaskan bahwa soal yang diberikan berbentuk situasional dan tidak berbeda kesulitannya dengan penilaian bagi PNS non-disabilitas. Penyandang disabilitas netra menggunakan headphone dan aplikasi agar suara soal dapat terdengar dengan jelas, sementara peserta lainnya membaca soal secara langsung. Proses ini didukung dengan pendampingan teknis untuk memastikan kelancaran ujian.

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa penyandang disabilitas netra memiliki kemampuan yang setara, dan Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memberikan akses yang lebih inklusif bagi mereka dalam dunia kerja dan pelayanan publik.