Peningkatan kasus diabetes pada anak-anak yang melonjak hingga 70 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir menjadi kekhawatiran bagi banyak orang tua. Tak jarang, demi menjaga kesehatan buah hati mereka, orang tua menjadi sangat berhati-hati dalam memantau asupan gula yang masuk ke dalam tubuh anak-anak mereka. Namun, meskipun niat untuk melindungi anak dari penyakit berbahaya seperti diabetes sangat baik, beberapa orang tua cenderung menghindari konsumsi gula sepenuhnya, padahal anak-anak tetap membutuhkan gula sebagai sumber energi.
Pentingnya Keseimbangan Gula dalam Pola Makan Anak
Menurut Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group, langkah terbaik dalam menjaga kesehatan anak adalah memastikan asupan gula tidak kurang maupun berlebihan. Sebelum memberikan produk tertentu pada anak, Linda menyarankan agar orang tua lebih cermat dalam memeriksa kandungan gula, garam, dan lemak pada label produk. “Karbohidrat, gula, dan lemak adalah nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Jadi, jika anak-anak menghindari konsumsi gula, mereka bisa kekurangan kalori yang diperlukan untuk mendukung aktivitas mereka yang tinggi,” jelas Linda.
Kemudahan dalam Membaca Label Gizi
Untuk mempermudah orang tua dalam memilih produk yang tepat, banyak produk kini menggunakan desain kemasan yang lebih menarik dan informatif. Label gizi dan informasi total GGL (gula, garam, dan lemak) pada kemasan produk disajikan dengan cara yang lebih mudah dipahami. Hal ini tentu saja bertujuan agar masyarakat lebih peduli dan mampu memahami kandungan gizi yang ada di dalam produk tersebut.
Regulasi Baru Terkait Label Gizi Pangan
Menanggapi kebutuhan informasi gizi yang lebih jelas, dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, menyatakan bahwa dalam waktu dekat akan ada regulasi baru mengenai pelabelan gizi pada produk pangan. Banyak orang yang selama ini hanya memperhatikan jumlah kalori pada label tanpa memeriksa jumlah porsi penyajian, yang mengarah pada pemahaman yang salah tentang kalori yang dikonsumsi. “Kami akan membuat aturan baru yang lebih sederhana dan jelas agar masyarakat bisa dengan mudah memahami label gizi pada produk pangan,” ujar dr. Nadia.
Lebih lanjut, regulasi ini juga akan mencakup produk pangan siap saji, dan masih dalam pembahasan bersama kementerian, lembaga terkait, serta industri yang bergerak di bidang pangan. “Kami sedang mencari bentuk pelabelan baru yang lebih mudah dipahami, seperti penggunaan warna yang lebih tegas untuk menunjukkan tingkat kandungan gula atau kalori dalam produk,” tambah dr. Nadia.
Keberlanjutan Evaluasi Regulasi Label Pangan
Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), juga menambahkan bahwa evaluasi terhadap regulasi baru pelabelan pangan terus dilakukan, dan diharapkan dapat segera diterapkan. Regulasi ini bertujuan tidak hanya untuk memberikan informasi yang lebih jelas kepada konsumen, tetapi juga untuk mengatasi praktik-praktik yang tidak sehat dalam dunia pemasaran produk pangan, seperti persaingan yang tidak fair. “Pangan olahan yang diekspor saja bernilai triliunan rupiah, dan konsumsi domestik jauh lebih besar. Karena besarnya pasar ini, persaingan di antara pelaku industri pangan sangat ketat. Kami ingin aturan yang diterapkan adil, tanpa adanya persaingan yang merugikan konsumen,” ujar Taruna.
Sebagai bagian dari langkah pencegahan yang lebih tegas, BPOM juga sedang merencanakan regulasi mengenai review produk pangan, yang saat ini masih dilakukan tanpa pengawasan yang memadai. “Kami ingin mengatur proses review produk agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan bisnis tertentu, yang dapat berujung pada perang dagang dan serangan negatif terhadap suatu produk,” tambahnya.
Dengan adanya regulasi baru yang sedang digodok, diharapkan masyarakat akan lebih mudah dalam membuat keputusan yang tepat terkait produk pangan yang mereka konsumsi, sehingga keseimbangan gizi tetap terjaga tanpa mengorbankan kesehatan anak-anak.